a

Penggunaan Habitat Oleh Burung

Penggunaan Habitat Oleh Burung
Heterogenitas habitat dan keragamaan spesies burung dalam cara beradaptasi telah membentuk burung untuk menjadi spesiliasasi dalam penggunaan habitat, dan ini yang menyebabkan fragmentasi populasi dan terbatasnya populasi  (Thiollay, 1994). Franks and Bossert (1983) menambahkan bahwa perbedaan regim alam seperti gap tinggi pohon, banjir dan sifat predasi merupakan sebagian yang mendukung konsep Thiollay (1994). Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan penggunaan habitat oleh burung pada skala lokal, diantaranya ketersediaan sumber yang bersifat hetergonitas, distribusi setiap bercak dari sumber makanan, lokasi berkembang biak, substrat pergerakan, dan sifat ketergantungan burung pada hal-hal tersebut. Perbedaan tersebut telah menyebabkan kekayaan spesies dan struktur komunitas burung menjadi berbeda dari satu kawasan ke kawasan lain (Karr 1976, Pearson 1975, Recher 1969); bahkan dalam satu kawasan  (Jonhsingh and Joshua, 1994).  
            Anderson (1989); Beedy (1981); dan Manuwal (1983) yang mempelajari monitoring kuntitatif degradasi hutan di India menjelaskan bahwa jumlah spesies, abundansi dan keanekaan spesies yang dikaitkan dengan keanekaragaman spesies burung sangat terkait dengan keanekaan lebar tajuk yang menjadi habitatnya. MacArthur and MacArhur (1961) dalam Jonhsingh and Joshua, 1994 menjelaskan bahwa keanekaragaman spesies burung dipengaruhi oleh keragaman tajuk tumbuhan dan bukan dari jumlah spesies pohon, karena Holmes et al (1979) dalam Jonhsingh and Joshua, 1994 menjelaskan bahwa keragaman tajuk tumbuhan dalam indeks dipengaruhi oleh luas penggunaan ruang-foraging.  Jonhsingh and Joshua (1994) lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara keragaman tajuk tumbuhan dengan keragaman spesies burung, namun demikian pada hasil studi keragaman tajuk tumbuhan memberikan pendekatan keragaman stratifikasi merupakan peluang bagi burung dalam melakukan foraging, Hal tersebut didukung oleh Wien and Rottenberry (1981) dalam Jonhsingh and Joshua, 1994 bahwa dengan ketidaksamaan pakan, maka keragaman tajuk tumbuhan yang berbeda memiliki peran dalam foraging. Lebih lanjut Jonhsingh and Joshua (1994) menyimpulkan bahwa dengan keragaman tajuk tumbuhan dan feeding guild yang berbeda, maka terdapat perbedaan keanekaan spesies burung pada keragaman tajuk vegetasi. Sedangkan Rai 1991 dalam Jonhsingh and Joshua, 1994, menjelaskan bahwa keanekaan floristik yang dimaksud tergantung kepada tipe habitat.  Hal tersebut terlihat dari studi yang dilakukan Fuller (1987); Tucker and Heath, 1994 dalam Pärt T (1999) di  kawasan pertanian Swedia, bahwa lahan kering terbuka dengan pengelolaan semi-natural merupakan habitat penting berbagai spesies burung pertanian bahkan bagi habitat berkembang biak (Pärt T, 1999).
            Mempelajari penggunaan habitat (pola) penggunaan habitat dapat dilakukan kepada konsep teori yang dijelaskan oleh Opdam (1984) dalam Balent and Courtiade (1992), bahwa mempelajari perubahan komunitas hewan akan terlihat pada saat terjadinya perubahan vegetasi, terutama pada hewan-hewan yang memiliki ketergantungan terhadap struktur dan komposisi spesies vegetasi.  Sebaliknya dari hasil studi Balent and Courtiade (1992) yang juga mengacu kepada konsep Opdam (1984), bahwa pengelompokkan tumbuhan yang dimanfaatkan oleh hewan dipengaruhi oleh kemampuan berpindah hewan antar bercak vegetasi, terutama bercak yang lebar dan sulit ditempuh. Sehingga analisis karakteristik ekologi dari bentang lahan dibatasi pada pola komunitas burung menggunakan analisis antara karateristik komunitas burung di beberapa tipe bentang lahan yang ditetapkan.
            Berdasarkan kepada kemampuan dalam menggunaan habitat yang berbeda tersebut, Thiollay (1994) kemudian membagi burung pada 7 pola foranging yaitu:  (a) pemburu serangga diatas kanopi, (b) pemburu dalam kanopi dan darat pada pohon, (c) arboreal di cabang dan ranting, (d) pencari serangga dibatang, cabang dan ranting  pohon, (e) hidup pada habitat tepi, gap-gap vegetasi, dan tanaman yang baru tumbuh, (f) mencari makan sedikit di atas permukaan tanah, dan (g) hidup di rawa-rawa. Sedangkan berdasarkan kemampuan diet-nya, burung oleh Thiollay (1994) dibagi menjadi: (a) frugivorus (pemakan daging buah, getah, biji buah, bungan dan daun muda), (b) granivorus (pemakan biji-biji an tanaman sereal, termasuk juga buah yang jatuh/masak), (c) insectivorus (pemakan serangga, (d). nectarivorus (pemakan madu dan serangga), (e) omnivorus (umumnya buah dan insek), dan (f)  piscivorus (pemakan hewan-hewan akuatik).
Dalam penggunaan habitatnya burung menempati ruang secara latitude (horisontal) dan altitude (vertikal/ketinggian tempat dari permukaan laut). Secara horisontal komunitas burung umumnya dikaitkan dengan distribusinya pada heterogonitas tipe tata guna lahan suatu tipe ekosistem.  Hal serupa juga sering dirancukan dengan distribusi burung secara vertikal, yang juga distribusi tata guna lahannya akan berbeda pada setiap zona/batas ketinggian tertentu. Senada dengan yang dikemukakan Welty and Baptista (1988) bahwa distribusi burung sering terancukan saat dihubungkan dengan sebaran tipe tata guna lahan secara horisontal  ataupun vertikal. Hal ini disebabkan oleh sebaran burung lebih dipengaruhi oleh kondisi struktur vegetasi (komunitas) suatu tata guna lahan yang spesifik pada ketinggian tempat tertentu. Beberapa peneliti seperti Miller (1951) dalam Welty and Baptista (1988) dan Wiens (1989) menyatakan bahwa beberapa spesies burung tidak dapat ditemukan pada tipe komunitas yang sama namun berada pada ketinggian yang berbeda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat faktor lingkungan lainnya yang dapat mendukung/tidak mendukung kehadiran suatu burung pada habitatnya. Beberapa hasil peneliti menyatakan bahwa beberapa faktor tersebut adalah: 1) kemampuan toleransi-adaptasi (individu) burung terhadap kondisi habitat, 2) terdapat koridor (overlapping tipe komunitas-ekotone) yang menghilangkan gap antar tata guna lahan pada ketinggian tempat yang berbeda dan 3)  pola sebaran (di pulau, pulau besar dan benua) tipe tata guna lahan yang sama pada ketinggian tempat berbeda (Welty and Baptista, 1988; Wiens 1989).
Artikel Menarik Lainnya
Copyright © 2012-2099 Contoh Artikel Berita - Template by Ardi Bloggerstranger. All rights reserved.