Dalam konsep saintifik pariwisata dapat diartikan sebagai keseluruhan aktivitas masyarakat yang muncul akibat terjadinya pergerakan atau perjalanan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain untuk melakukan rekreasi. Definisi tentang pariwisata telah banyak dibahas para ahli pariwisata dunia, misalnya saja (Mill dan Morrison, 1985; Gartner, 1996; Pearce, 1995 dalam Solahuddin Nasution 2004:3). Berdasarkan pengalaman akademiknya mereka ini sampai pada suatu kesimpulan bahwa pariwisata terdiri dari: (a) kegiatan penduduk untuk melakukan perjalanan ke luar domisili, dengan tujuan utama untuk rekreasi dan berada dalam suatu periode waktu tertentu; (b) kapital (ekonomi) masyarakat yang memfasilitasi perjalanan penduduk mulai dari fase persiapan sampai pelaksanaan kegiatan perjalanan.
Pariwisata adalah salah satu industri andalan yang harus terus ditumbuhkembangkan oleh suatu Negara karena terbukti mampu menyumbang devisa secara signifikan. Salah satu aspek pendukung utama industri pariwisata adalah industri perhotelan, karena para wisatawan nusantara (wisnu) dan wisatawan mancanegara (wisman), perlu tempat untuk beristirahat dan menginap. Di sisi lain, kita semua tahu bahwa hotel tidak semata untuk kegiatan wisata, karena dengan fasilitas dan produk yang ada, hotel dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan bisnis, perjalanan insentif, penyelenggaraan hiburan, pameran dan lain-lain. Oleh karena itu, citra hotel (hotel image) sangat penting untuk sebuah hotel. Jika citra suatu hotel dalam memberikan pelayanan, produk, fasilitas dan kenyamanan terkesan baik di mata para tamu, maka mereka cenderung akan datang kembali untuk menginap ke hotel tersebut.
Naisbitt (1997) menyatakan bahwa pariwisata merupakan penghasil uang terbesar dan sektor terkuat di dalam perekonomian global saat ini. Sektor pariwista mampu mempekerjakan sebanyak 204 juta orang di seluruh dunia; mengasilkan 10,6 % produk nasional bruto dunia. Memberikan kontribusi pajak sebesar $US655 miliar. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila banyak negara di duni ini berlomba menjadikan negerinya sebagai objek yang kaya akan daya tarik kepariwisataan. Seperti di Indonesia, pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar setelah migas dan tekstil. Ini berarti industri pariwisata atau usaha jasa wisata memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi andalan perekonomian nasional di masa mendatang (Sutowo, 2002). Oleh karena itu diperlukan pengembangan atau diversifikasi usaha wisata. Usaha pengembangan wisata misalnya merevitalisasi dan memungsikan berbagai atraksi wisata dan pembenahan objek atau daerah tujuan wisata.
Kesemua aktivitas pariwisata itu terangkum dalam industri pariwisata. Yang dimaksud dengan industri pariwisata atau usaha jasa wisata adalah serangkaian produk yang dihasilkan oleh berbagai badan usaha atau organisasi kerja secara khusus dan menggunakan fungsi mereka secara menyeluruh. Wahab dkk. (2003:5) menyatakan bahwa pariwisata merupakan salah satu industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain dalam negara penerima wisatawan. Pariwisata sebagai sesuatu yang kompleks, meliputi industri-idustri dalam arti klasik, misalnya industri kerajinan cenderamata, penginapan, dan transprotasi. Di sisi lain, Gromang (2003:10) mengatakan pariwisata merupakan pembangunan manusia dan kualitas hidup masyarakat. Artinya industri pariwisata diajukan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup manusia, baik secara perorangan atau menyeluruh dalam daerah tertentu.
Sebagai suatu kegiatan waktu luang, pariwisata mengalami perkembangan yang pesat terutama dalam setengah abad terakhir ini. Ratusan juta orang melakukan perjalanan melintasi batas negara. Bahkan milyaran penduduk bumi melakukan perjalanan domestik untuk berbagai tujuan yang bersifat rekreatif. Meskipun sebagian besar wisatawan dunia berasal dari negara maju, dan oleh sebab itu kegiatan wisata dijadikan sebagai salah satu gaya hidup mereka (Tholbald, 1995), namun masyarakat di negara berkembang juga mulai mengikuti gaya hidup ini. Terlihat bahwa sejumlah penduduk di negara‑negara berkembang yang melakukan kegiatan wisata di dalam dan di luar negeri cenderung meningkat. Masuknya negara‑negara lain sebagai destinasi wisata internasional, antara lain diwakili oleh Republik Rakyat China (RRC), Meksiko, Turki, Thailand, dan sebagainya juga semakin menandai intensitas mobilitas manusia di muka bumi untuk kegiatan wisata (Pearce, 1993). Perubahan-perubahan sosial, ekonomi dan teknologi yang pesat terutama dalam seperempat abad terakhir abad ke‑20 yang lalu diduga sebagai salah satu faktor yang menentukan hal itu.
Terdapat beberapa motif untuk melakukan wisata, yakni: (1) pelarian diri dari lingkungan, (2) pengenalan atau penilaian diri, (3) relaksasi, (4) penguatan martabat, (5) penyerahan diri, (6) pengembangan hubungan keluarga, (7) pengembangan relasi sosial, (8) pembaharuan, dan (9) pendidikan. Secara kategori Mayo dan Jarvis (dikutip Ross, 1998) membagi motif tersebut menjadi empat, yakni: (1) motif fisik (relaksasi fisik), (2) motif budaya (keinginan mengetahui kultur niasyarakat di tempat lain), (3) motif antarpribadi (keinginan menjalin hubungan yang lebih akrab dengan orang lain), dan (4) motif status dan martabat, yaitu kebutuhan akan pengakuan, perhatian, penghargaan dan reputasi) (Solahuddin Nasution 2004).
Para pemamngku kepentingan di bidang pariwisata hendaknya memahami bahasa maupun istilah kepariwisataan, yang mirip namun memiliki nuansa perbedaan. Beikur diuraikan istilah-istilah yang lazim yang digunakan dalam dunia kepariwisataan.
a. Wisata. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebahagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (UU No. 9 yahun 1990 pasal 1). Jadi dapat disimpulkan bahwa berwisata mengandung unsur antara lain: kegiatan perjalanan seorang atau kelompok orang. Perjalanan ini dilakukan secara sukarela. Tidak selamanya atau permanen, hanya bersifat sementara. Perjalanan itu seluruhnya atau sebahagian bertujuan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
b. Pariwisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhu-bungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek wisata yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata (UU No. 9 1990 pasal 1). Dengan demikian berarti bahwa pariwisata termasuk di dalamnya antara lain: (i) semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata. (ii) sesuatu yang meliputi pengusaha objek wisata dan daya tarik wisata, dan (iii) pengusaha yang bergerak dalam jasa dan sarana pariwisata..
c. Kepariwisataan. Kepariwisataan adalah " segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata" tertera pada UU No.9 Tahun 1990 Bab 1 pasal 1.
d. Wisatawan. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Jadi menurut pengertian tersebut dapat didifinisikan, sernua orang yang melakukan perjalanan wisata dinamakan “wisatawan.” Adapun tujuan perjalanan itu yang terpenting, dimana perjalanan tersebut tidak untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya..