Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dan Ekowisata
E. Guyer Freuler dalam Yoeti (1996: 115) menyatakan:
Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan phenomena dari jaman sekarang yang didasarkan di atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sada dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan daripada alat-alat pengangkutan.
Dari sasaran dalam RPJM 2004 – 2009 telah ditetapkan juga sasaran pembangunan kepariwisataan nasional seperti yang termuat dalam dokumen Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional 2005 – 2009 yaitu :
1) Terwujudnya pariwisata nusantara yang dapat mendorong cinta tanah air.
2) Meningkatnya pemerataan dan keseimbangan pengembangan destinasi
pariwisata yang sesuai dengan potensi masing-masing daerah.
3) Meningkatnya kontribusi pariwisata dalam perekonomian nasional.
4) Meningkatnya produk pariwisata yang memiliki keunggulan kompetitif.
5) Meningkatnya pelestarian lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat.
The International Ecotourism Society dalam Fact Sheet: Global Ecotourism — Updated edition, September 2006 (http://www.ecotourism.org) mendefinisikan Pariwisata Berkelanjutan sebagai “Tourism that meets the needs of present tourist and host regions while protecting and enhancing opportunities for the future.”
Damanik dan Weber ( 2006 :26 ) menjelaskan bahwa konsep pariwisata berkelanjutan dikembangkan dari ide dasar pembangunan berkelanjutan yaitu kelestarian sumber daya alam dan budaya. pembangunan sumberdaya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang. Jadi bila yang ingin dikembangkan adalah infrastruktur pariwisata, ia harus memberikan keuntungan jangka panjang bagi semua pelaku wisata. Di sini kualitas jasa dan layanan yang dihasilkan dalam pengembangan tersebut harus terjamin supaya wisatawan yang menggunakannya dapat memperoleh kepuasan yang optimal. Jadi pariwisata hanya dapat bertahan lama atau berkelanjutan jika ia memberikan kepuasan bagi wisatawan dalam jangka panjang dalam bentuk pengalaman yang lengkap ( total experience ). Kepuasan inilah yang merupakan komoditas dan ditukarkan dalam bentuk keuntungan bagi pemangku kepentingan.
Selain itu pariwisata berkelanjutan berkembang karena pariwisata konvensional cenderung mengancam kelestarian sumberdaya pariwisata itu sendiri. Tidak sedikit resort-resort eksklusif dibangun dengan mengabaikan daya-dukung ( carrying capacity ) fisik dan sosial setempat. Jika hal itu terus berlangsung maka kelestarian ODTW ( Obyek Daerah Tujuan Wisata ) akan terancam dan pariwisata dengan sendirinya tidak akan dapat berkembang lebih lanjut. Padahal permintaan pasar juga sudah bergeser ke produk wisata yang mengedepankan faktor lingkungan dan sosial budaya sebagai daya tarik utama, sekaligus sebagai keunggulan komparatif suatu produk.
Damanik dan Weber ( 2006 : 38 ) mengatakan dalam Deklarasi Quebec bahwa salah satu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata yang prakteknya terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang :
1) Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya.
2) Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka
3) Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisir dalam bentuk kelompok kecil ( UNEP, 2000; Heher, 2003 ).
Damanik dan Weber ( 2006 : 37 ) menyatakan bahwa dari definisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni:
1. ekowisata sebagai produk, dimana ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam.
2. ekowisata sebagai pasar, merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan
3. ekowisata sebagai pendekatan pengembangan., yang merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata secara ramah lingkungan.
From( 2004 ), menurut Damanik dan Weber ( 2006 : 40 ) mendefinisikan ekowisata sebagai :
‘Eco-tourism is outdoor travel, in natural setting, that causes no major harm to the natural environment in which that travel takes place’. ( ekowisata adalah perjalanan luar ruang, dalam lingkungan alami, yang tidak menyebabkan kerusakan lingkungan alam dimana perjalanan itu berlangsung.
Dari definisi di atas, dapat diidentifikasikan beberapa prinsip ekowisata ( TIES 2000 ) seperti disebutkan oleh Damanik dan Weber ( 2006: 39 - 40) :
1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.
2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisawatan, masyarakat lokal dan pelaku wisata lainnya.
3. Menawarkan pengalaman – pengalaman positif bagi wisatawan dan masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW.
4. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
5. Memberikan keuntungan finasial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai – nilai lokal.
6. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di daerah tujuan wisata.
7. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja dalam arti memberi kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebgai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam transaksi wisata.
Departemen Kehutanan ( http://www.ekowisata.info ) mendeskripsikan ekowisata dengan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA), antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah / budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.
Strategi pengembangan ODTWA meliputi pengembangan :
a. Aspek Perencanaan Pembangunan ODTWA yang antara lain mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sistem informasi ODTWA.
b. Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.
c. Aspek Sarana dan Prasarana yang memiliki dua kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.
d. Aspek Pengelolaan, dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari.
e. Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
f. Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.
g. Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
h. Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan ODTWA.
Sedangkan Prinsip dan Kriteria Ekowisata menurut Garis Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya,1999 adalah sebagai berikut :
Prinsip dan Kriteria Ekowisata
PRINSIP EKOWISATA | KRITERIA EKOWISATA |
1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. |
|
2. Pengembangan harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat. |
|
3. Memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. |
|
4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. |
|
5. Memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang-undangan baik ditingkat nasional maupun internasional. |
|