Pandangan Integralistik Dalam Filsafat Pancasila
Apakah persatuan dan kesatuan dari sila-sila Pancasila itu mempunyai dasar yang juga memiliki persatuan dan kesatua pula? Telah diuraikan bahwa Pancasila berfokuskan pada manusia. Manusialah yang berkeTuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial. Akan tetapi bukan manusia yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan sila-sila Pancasila itu, melainkan dasar persatuan dan kesatuan itu terletak pada hakikat manusia.
Secara hakiki, susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan badan; sifat kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dan kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan dan makhluk yang berdiri sendiri (otonom). Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu dalam realitasnya saling berhubungan dengan erat, saling berkaitan, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain, bahkan saling mengandaikan. Jadi bersifat monopluralis pula. Dan hakikat kodrat manusia yang monopluralis itulah yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan sila-sila Pancasila yang merupakan dasar filsafat negara Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan agama yang berbeda. Perbedaan itu merupakan hal yang wajar, seperti halnya bahwa manusia yang satu itu berbeda dari manusia yang lain.
Namun, bila ditinjau lebih mendalam, di antara perbedaan yang ada sebenarnya juga terdapat kesamaan. Manusia yang berbeda satu dengan lainnya, secara hakiki memiliki kesamaan kodrat sebagai manusia. Begitu pula dengan bangsa Indonesia. Secara hakiki, bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga memiliki kesamaan. Bangsa Indonesia berasal dari keturunan nenek moyang yang sama jadi dapat dikatakan memiliki kesatuan darah.
Mereka tinggal di suatu tempat tinggal (wilayah) yang sama jadi memiliki kesatuan tanah air atau tanah tumpah darah dan dari tanah tumpah darah yang sama, bangsa. Indonesia memperoleh sumber kehidupan dalam kehidupan bersama. Dapat diungkapkan pula bahwa bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan nasib kehidupan. Secara bersama bangsa Indonesia pernah diiajah, berjuang melawan penjajahan, merdeka dari penjajahan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa setelah merdeka, bangsa Indonesia mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus kepentingannya sendiri dalam bentuk negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah yang rnenumbuhkan niat, kehendak (karsa, das Wollen) untuk selalu menuju kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau yang lebih dikenal dengan wawasan 'Bhinneka Tunggal Ika'.
Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana bangsa Indonesia melaksanakan kehidupan bersama berlandaskan kepada dasar filsafat Pancasila sebagai asas persatuan dan kesatuan sebagai perwujudan hakikat kodrat manusia. Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keserasian dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia pribadi, dalam hubungan manusia dengan orang lain atau dengan masyarakat, dalam hubungan antar bangsa, dalam hubungan manusia dengan alam lingkungan, serta dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam.mengejar kemajuan lahiriah dan rohaniali. Pandangan yang demikian dikenal dengan pandangan yang bersifat holistik atau integralistik.
Oleh karena itu, pada saat mmdirikan negara Indonesia, para pendiri negara sepakat untuk mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, yaitu negara yang berdasar atas aliran pikiran negara (staatsidee) negara yang integralistik negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan dalam bidang apapun. Negara tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat), akan tetapi mengatasi segala golongan dan segala faham perseorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya.
Negara integralistik tidak berarti bahwa negara dalam hal ini tidak memperhatikan adanya golongan atau perseorangan atau adanya golongangolongan dalam masyarakat yang nyata, akan tetapi setiap warga pribadi dan segala golongan sadar akan kedudukannya sebagai bagian organik dari negara seluruhnya, serta wajib meneguhkan persatuan dan harmoni antara bagian-bagian itu.
Jadi negara sebagai suatu susunan dari seluruh masyarakat, di mana segala golongan, segala bagian dan seluruh anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya dan merupakan persatuan dan kesatuan yang organis. Kepentingan individu dan kepentingan bersama harus diserasikan dan diseimbang kan antara satu dengan lainnya. Hidup kenegaraan diatur Undang-Undang Dasar 1945, maka hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional maka wawasannya adalah Wawasan Nusantara yang memandang Indonesia sebagai sate-kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Untuk pendalaman pelajari:
1. Notonagoro. Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bina Aksara, 1984. Bab I, no. 5, 6, dan 7.
2. Laboratorium Pancasila IKIP Malang. Pancasila dalam Pemikiran dan Penghayatannya. Malang: HUT Dwiwindu Laboratorium Pancasila, 1983. Him. 164-167.
3. Supomo. "Pidato pada tanggal 31 Mei 1945 di depan sidang BPUPKI dalam M. Yamin (ed.) Naskah Pembukaan UUD 1945. Jilid I, Jakarta: Prapantja, Halm. 109, dan seterusnya.