Pengambilan Keputusan Dalam Budaya-Budaya Yang Berlainan
Siapa mengambil suatu keputusan, kapan keputusan itu diambil, dan pentingnya rasionalitas yang beraneka dalam organisasi-organisasi di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan budaya nasional bila kita membahas pendekatan seorang individu ke pengambilan keputusan.
Pengetahuan kita akan perbedaan-perbedaan jarak kekuasaan, misalnya, mengatakan kepada kita bahwa dalam budaya dengan jarak kekuasaan yang tinggi seperti di India, hanya manajer pada tingkat sangat senior yang mengambil keputusan. Pengetahuan kita bahwa budaya-budaya beraneka dalam orientasi waktu membantu kita memahami mengapa para manajer di Mesir akan mengambil keputusan pada laju yang jauh lebih perlahan dan lebih berhati-hati daripada padanan Amerika mereka. Bahkan pengandaian rasionalitas juga secara budaya berat-sebelah. Seorang manajer Amerika utara mungkin mengambil suatu keputusan penting secara intuitif, tetapi ia tahu bahwa penting agar pengambilan keputusan itu tampak berlangsung dalam suatu cara yang rasional. Ini menjelaskan mengapa, dalam model favorit implisit, pengambil keputusan mengembangkan suatu calon penegasan. itu menenangkan hati pengambil keputusan bahwa ia sedang berusaha bertindak rasional dan objektif dengan meninjau-ulang pilihan-pilihan alternatif. Dalam negeri-negeri seperti Iran, dimana rasionalitas tidak didewa-dewakan, upaya untuk tampak rasional tidaklah diperlukan. Kita juga dapat menilai pengaruh budaya dalam enam langkah dalam model keputusan optimasi. Untuk melukiskan, baiklah kita memeriksa dua langkah saja, yaitu: memastikan kebutuhan akan suatu keputusan dan mengembangkan alternatif.
Berdasarkan orienfasi kegiatan suatu masyarakat, beberapa budaya menekankan pemecahan masalah; budaya yang lain memfokuskan pada penerimaan baik situasi seperti apa adanya. Amerika Serikat termasuk dalam kategori yang pertama; Thailand dan lndonesia merupakan contoh-contoh dari budaya yang termasuk dalam kategori kedua. Karena manajer pemecah-masalah meyakini bahwa mereka dapat dan seharusnya mengubah situasi untuk manfaat mereka sendiri, wiraushawan Amerika mungkin mengidentifikasi suatu masalah jauh sebelum orang Thai atau Indonesia padanan mereka akan memilih untuk mengenali masalah itu seperti apa adanya. Kita juga dapat menggunakan beda orientasi waktu untuk memproyeksikan tipe alternatif-alternatif yang mungkin dikembangkan oleh pengambil keputusan. Karena orang Italia menghargai masa lalu dan tradisi, manajer-manajer dalam budaya itu akan cenderung mengandalkan pada alternatif yang pernah dicoba dan berhasil dalam menghadapi problem-problem. Kontras dengan itu, Amerika Serikat dan Australia lebih agresif dan berorientasi ke masa kini; wirausahawan dalam negeri-negeri ini lebih besar kemungkinan untuk mengemukakan pemecahan-pemecahan yang unik dan kreatif terhadap masalah-masalah mereka.
Peningkatan komitmen mempunyai implikasi-implikasi yang luas bagi keputusan manajerial dalam organisasi. Banyak organisasi telah menderita kerugian besar karena wirausahawan bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus mengorbankan sumber daya ke apa yang merupakan urusan rugi sejak awal.