Evaluasi Kebijakan Publik
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara no Per / 15 / M.Pan / 7 / 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi menyebutkan bahwa ”evaluasi adalah suatu kegiatan menilai hasil suatu kegiatan yang sedang atau sudah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan tujuan yang telah ditetapkan. ” Hal ini berbeda dengan monitoring dimana monitoring dilakukan ketika sebuah kebijakan sedang diimplementasikan ( Subarsono, cetakan II 2006 : 113).
Mustopadidjaja (2003 : 45 ) mengatakan bahwa ”evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai atas suatu fenomena, yang di dalamnya terkandung pertimbangan nilai ( value judgement tertentu ).” Fenomena yang dinilai adalah berbagai fenomena mengenai kebijakan, seperti tujuan dan sasaran kebijakan,kelompok sasaran yang ingin dipengaruhi, instrumen kebijakan yang dipergunakan, respons dari lingkungan kebijakan, kinerja yang dicapai, dampak yang terjadi dan lain – lain. Sedangkan evaluasi kinerja kebijakan merupakan bagian dari evaluasi kebijakan yang secara spesifik terfokus pada berbagai indikator kinerja yang terkait kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan.
Esensi dari evaluasi menurut buku SANKRI ( LAN 2005 : 131 ) adalah untuk menyediakan umpan balik ( feedback ), yang mengarah pada hasil yang baik (successful outcomes ) menurut ukuran nyata dan obyektif. Pada hakekatnya, tujuan evaluasi adalah untuk perbaikan ( bila perlu, bukan dalam rangka pembuktian / to improve, not to prove ). Dua hal yang ingin diungkap melalui evaluasi adalah : (1) Keluaran kebijakan ( policy output ), yaitu apa yang dihasilkan dengan adanya perumusan kebijakan; ( 2 ) hasil / dampak kebijakan ( policy outcomes / consequences ), yaitu akibat dan konsekuensi yang ditimbulkan dengan diterbitkan dan diimplementasikannya suatu kebijakan.
Secara umum, tujuan evaluasi menurut Mark, et.al. (2000:13) ada empat:
a. Penilaian terhadap unggulan dan nilai (assessment of merit and worth), yaitu mengembangkan penilaian-penilaian yang dapat dipercaya, pada tingkat individu dan masyarakat, dari suatu kebijakan atau program.
b. Penyempurnaan program dan organisasi (program and organizational improvement), yaitu usaha untuk menggunakan informasi yang secara langsung memodifikasi dan mendukung operasi program.
c. Kekeliruan dan kesesuaian (oversight and compliance), penilaian terhadap perluasan dari program seperti status perintah, peraturan, aturan, mandat baku dan harapan formal lainnya.
d. Pengembangan pengetahuan (knowledge development), pemeriksaan atau pengujian teori umum, proposisi hipotesis dalam konteks kebijakan dan program.
Langkah penting berikutnya adalah menentukan jenis atau metode penelitian yang digunakan. Menurut Mark, et.al. (2000:15) terdapat 4 jenis/metode penelitian dalam pelaksanaan evaluasi:
1. Deskripsi, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur atau menggambarkan kejadian-kejadian atau berbagai pengalaman, seperti karakteristik klien, tingkat penyediaan pelayanan, ketersediaan sumberdaya, atau kemampuan klien atas dasar berbagai variable outcome yang potensial yang dimiliki. ( 2008:116 ) mengatakan bahwa metode deskriptif lebih mengarah kepada tipe penelitian evaluasi proses ( process of public policy implementation ).
2. Klasifikasi, yaitu metode yang digunakan untuk mengelompokkan dan menyelidiki struktur utama dari sesuatu data atau benda-benda, seperti pengembangan atau penerapan dari suatu taksonomi subtipe-subtipe program.
3. Analisis sebab akibat (causal analysis), yaitu metode yang digunakan untuk menggali dan menguji hubungan sebab akibat (diantara pelayanan program dengan pemanfaatannya oleh klien misalnya) atau untuk mempelajari mekanisme melalui akibat-akibat yang terjadi. Widodo ( 2008:116 ) mengatakan bahwa evaluasi ini lebih mengarah kepada penelitian evaluasi dampak ( outcomes of public policy implementation ).
4. Penyelidikan nilai-nilai (value inquiry), yaitu metode yang digunakan untuk membuat model proses penilaian alamiah, mengidentifikasi nilai-nilai yang ada, atau memisahkan/menentukan posisi nilai dengan menggunakan analisis yang bersifat formal atau kritis.
Sedangkan jenis- jenis evaluasi kinerja kebijakan menurut LAN (2005:131 ) dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori besar :
1. Evaluasi proses, meliputi:
a) Evaluasi implementasi, memusatkan perhatian pada (1) upaya mengidenfifikasi kesenjangan yang ada antara hal-hal yang telah direncanakan dan realita, ( 2 ) upaya menjaga agar kebijakan / program dan kegiatan-kegiatan sesuai dengan rancangan dan bila diperlukan dapat dilakukan modifikasi dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan.
b) Evaluasi kemajuan, memfokuskan pada kegiatan pemantauan indikator - indikator dari kemajuan pencapaian tujuan kebijakan.
2. Evaluasi hasil, dilakukan dalam rangka menetapkan tingkat pencapaian tujuan kebijakan. Termasuk di dalamnya analisis SWOT, dan rekomendasi untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Kedua jenis evaluasi tersebut perlu dilakukan untuk memastikan pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditetapkan
Secara metodologis, (1989:5) membedakan evaluasi dalam dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif biasanya melihat dan meneliti pelaksanaan suatu program, mencari umpan balik untuk memperbaiki pelaksanaan program tersebut. Sementara evaluasi sumatif biasanya dilakukan pada akhir program untuk mengukur apakah tujuan program tersebut tercapai. Sedangkan Herman, Morris dan Gibbon ( 1987: 26 ) membedakan evaluasi formatif dengan evaluasi sumatif menurut fokus tindakannya sebagai berikut :
....formative evaluations, which focus on providing information to planners and implementers on how to improve dan refine a developing or ongoing program; and summative evaluations, which seeks to asses the overal quality and impact of mature program for purpose of accountability and policy making.”
(..... evaluasi formatif, yang memfokuskan pada pemberian informasi kepada perencana dan pelaksana mengenai bagaimana meningkatkan dan memperbaiki suatu program yang sedang dikembangkan atau berlangsung; dan evaluasi sumatif yang berusaha menilai kualitas dan dampak keseluruhan dari program yang matang untuk tujuan pertanggung jawaban dan pembuatan kebijakan ).
Perbedaan yang lebih jelas antara keduanya dapat ilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Perbandingan antara Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif
Evaluasi Formatif | Evaluasi Sumatif | |
Penggunaan Utama | µ Pengembang program µ Manager program µ Pelaksana Program | µ Pengambil kebijakan µ Pemerhati / peminat µ Penyandang dana |
Tekanan utama dalam pengumpulan data | µ Klarifikasi Tujuan µ Kematangan program, proses atau implementasi µ Klarifikasi persoalan dalam imple-mentasi dan kemajuan terkait outcome µ Analisa level mikro dari implemen-tasi dan outcome | µ Dokumentasi outcome µ Dokumentasi implementasi |
Peran utama pengembang dan pelaksana program | Kolaborator | Penyedia data |
Peran utama evaluator | Interaktif | Independen |
Metodologi tipikal | Kualitatif dan kuantitatif, dengan penekanan pada metode kualitatif | Kuantitatif, kadang diperkaya dengan kualitatif |
Frekuensi pengambilan data | Selama proses monitoring | Terbatas |
Mekanisme utama pelaporan | Diskusi atau interaksi dalam pertemuan informal | Laporan formal |
Frekuensi pelaporan | Selama proses berlangsung | Pada akhir proses |
Penekanan pelaporan | µ Hubungan antara elemen proses level mikro µ Hubungan konteks & proses µ Hubungan proses& outcome µ Implikasi terhadap pelaksanaan program & perubahan yang spesifik dalam operasi. | µ Hubungan dalam konteks makro dari proses dan outcomes. µ Implikasi terhaap kebijakan, kontrol administrasi dan manajemen. |
Kredibilitas yang diper - syaratkan | µ Memahami program µ Adanya hubungan dengan pengembang atau pelaksana µ Advokasi atau rasa percaya | µ Aturan ilmiah yang ketat µ Kenetralan |
Sumber : Herman, Morris & Gibbon ( 1987:26)
Weis ( 1972:2526 ) seperti yang dikatakan oleh Widodo ( 2008:124 ) menjabarkan bahwa terdapat beberapa tahap dalam evaluasi kebijakan:
1. Formulating the program goals that the evaluation will use as criteria.
2. Choosing among multiple goals.
3. Investigating unanticipated consequences.
4. Measuring outcomes.
5. Specifying what the program is
6. Measuring program inputs and intervening processes.
7. Collecting the necessary data.
Dengan mengacu pada uraian sebelumnya maka menurut Widodo (2008:125) untuk melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan :
a. Mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan kebijakan, program dan kegiatan.
b. Penjabaran tujuan kebijakan, program dan kegiatan ke dalam kriteria atau indikator pencapaian tujuan.
c. Pengukuran indikator pencapaian tujuan kebijakan program.
d. Berdasarkan indikator pencapaian tujuan kebijakan program tadi, data dicari di lapangan.
e. Hasil data yang diperoleh dari lapangan diolah dan dikomparasi dengan kriteria pencapaian tujuan.
Sedangkan kriteria / indikator evaluasi menurut Dunn ( 2000 :61) sebagai berikut
Tabel 3. Indikator Evaluasi Kebijakan menurut Dunn
Tipe kriteria Pertanyaan
1. Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai
2. Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan
3. Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan
masalah
4. Pemerataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada
kelompok yang berbeda
5. Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau
nilai kelompok tertentu
6. Ketepatan Apakah hasil ( tujuan ) yang diinginkan benar – benar berguna
atau bernilai ?
Berdasarkan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan, disusun rekomendasi kebijakan berkaitan dengan masa depan kebijakan publik yang sedang dievaluasi. Alternatif rekomendasi kebijakan tentang nasib kebijakan publik meliputi beberapa hal yaitu apakah kebijakan program tersebut : (1) perlu diteruskan, (2) perlu diteruskan dengan perbaikan, (3) perlu direplikasikan di tempat lain atau memperluas berlakunya royek, (4) harus dihentikan.
Setidaknya. ada delapan faktor yang diidentifikasi Anderson yang menyebabkan kebijakan tidak meraih dampak yang diinginkan ( Winarno, 2005 : 179 ), yaitu:
- Sumber-sumber yang tidak memadai.
Banyak program pembangunan di negara berkembang yang tersendat-sendat dalam pelaksanaannya atau dihentikan karena sumber yang dibutuhkan untuk menunjang program tersebut tidak mencukupi. Faktor uang menjadi salah satu yang paling krusial dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu kebijakan.
- Cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan.
Kebijakan landreform di Indonesia atau negara berkembang lainnya merupakan manifestasi dari strategi pembangunan di bidang pertanian, namun dalam pelaksanaannya berjalan sangat lamban sehingga dampak yang diharapkan dari program itu sangat terbatas.
3. Masalah publik seringkali disebabkan oleh banyak faktor, sementara kebijakan yang ada ditujukan hanya kepada penanggulangan dari satu atau beberapa masalah.
- Cara orang menanggapi atau menyesuaikan diri terhadap kebijakan publik yang justru meniadakan dampak kebijakan yang diinginkan, misalnya: program pengendalian produksi pertanian yang didasarkan pembatasan - pembatasan luas tanah.
- Tujuan kebijakan yang tidak sebanding dan bertentangan satu sama lain, misalnya: pembangunan jalan raya antar kota tidak konsisten dengan pengembangan jalan kereta api sebagai sarana transportasi yang murah dan aman.
- Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah jauh lebih besar dibandingkan dengan masalah tersebut, misalnya : upaya penanggu-langan pencemaran lingkungan yang menelan biaya milyaran dollar Amerika.
- Banyak masalah publik yang tidak mungkin dapat diselesaikan, misalnya banyak anak yang tidak dapat sekolah negeri, sekalipun perbaikan-perbaikan dan perubahan kurikulum telah banyak dilakukan.
8. Menyangkut sifat masalah yang akan dipecahkan oleh suatu tindakan kebijakan. Suatu masalah, kemungkinkan telah berkembang dan mengalami perubahan sementara kebijakan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut sedang dikembangkan atau diterapkan
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan menilai hasil suatu kegiatan yang sedang atau sudah dilaksanakan. Evaluasi bertujuan untuk memperbaiki ( to improve ) dan bukan membuktikan ( to prove ) dengan memberikan umpan balik.
Pada penelitian ini, dilakukan evaluasi formatif untuk menilai kebijakan kemitraan dalam pengusahaan pariwisata alam Taman Nasional Bali Barat dengan studi kasus PT. Shorea Barito Wisata dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.