Bahasa Karya Ilmiah Populer
Selain laporan penelitian, buku, makalah, diktat, buku terjemahan, dan artikel ilmiah, karya pengembangan profesi guru juga dapat berbentuk karya ilmiah populer. Karya ilmiah populer merupakan karangan yang berada di antara karya ilmiah dan karya nonilmiah. Dalam karya ilmiah, baik isi maupun teknik penulisannya harus mengikuti ketentuan yang berlaku secara ketat. Dalam karya nonilmiah, terutama karya sastra, baik isi maupun teknik penulisannya (bahasa) bebas. Karena karya ilmiah populer berada di tengah-tengah keduanya, maka kita bisa mendefinisikannya sebagai karangan yang isinya ilmiah tetapi teknik penulisannya tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Jika disempitkan kaitannya dengan penggunaan bahasa, maka dapat dijelaskan bahwa karya ilmiah itu menggunakan ragam bahasa ilmiah, sedangkan karya ilmiah populer tidak.
Bahasa Indonesia mengenal empat ragam bahasa, yaitu ragam bahasa hukum (undang-undang), ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam bahasa sastra. Keempat ragam tersebut diuraikan berikut ini.
Ragam undang-undang disebut juga ragam hukum, yaitu bahasa Indonesia yang digunakan pada kalangan hukum atau pada undang-undang. Ragam hukum mempunyai ciri khusus pada pemakaian istilah dan komposisinya. Ragam ini biasa dipakai dalam undang-undang, peraturan-peraturan, atau pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum. Dalam kehidupan sehari-hari ragam ini jarang sekali digunakan.
Kekhususan-kekhususan tersebut dapat dilihat, misalnya, pada surat keputusan. Konsideran dalam surat keputusan, dari menimbang, mengingat, memutuskan, sampai menetapkan susunannya selalu tetap, tidak boleh diubah dan tidak boleh dikurangi atau ditambah. Dalam lapangan kepolisian kita juga mengenal sebutan-sebutan khusus yang tidak lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari, misalnya dirumahkan, dibunuh dengan senjata tajam, kemasukan benda tumpul, dan sebagainya.
Ragam jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipakai dalam dunia jurnalistik. Karena fungsi media massa sebagai media informasi, kontrol sosial, alat pendidikan, dan alat penghibur, maka ragam bahasa jurnalistik setidaknya harus mempunyai ciri komunikatif, sederhana, dinamis, dan demokratis.
Ciri Komunikatif berarti mudah dipahami dan tidak menimbulkan salah tafsir kalau dibaca. Ciri ini merupakan ciri utama bahasa jurnalistik karena fungsi utama media massa memang memberikan informasi. Dikatakan ciri utama karena ciri-ciri yang lain harus mengacu pada ciri komunikatif. Bahasa jurnalistik harus bersifat sederhana, dinamis, dan demokratis. Namun kesederhanaan, kedinamisan, dan kedemokratisan ini harus mendukung fungsi komunikatif. Seandainya kita memakai bahasa yang sederhana dan demokratis, misalnya, namun bahasa tersebut tidak komunikatif, maka dalam prinsip jurnalistik penggunaan bahasa yang demikian harus dihindarkan. Bahkan kadang-kadang untuk mewujudkan ciri komunikatif ini bahasa jurnalistik tidak menaati kaidah bahasa Indonesia yang benar. Sepanjang penyimpangan itu ditujukan untuk lebih komunikatif, maka penyimpangan tersebut diperbolehkan. Misalnya pengguaan kata-kata atau istilah-istilah daerah. Dalam kasus-kasus tertentu kata-kata daerah akan lebih komunikatif untuk daerah tertentu tersebut dibandingkan dengan kata-kata bahasa Indonesia. Dalam kondisi demikian, penyimpangan dari kaidah bahasa Indonesia diperbolehkan.
Ciri sederhana berarti tidak menggunakan kata-kata yang bersifat teknis dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit atau berbunga-bunga. Apabila memang diperlukan, kata-kata teknis harus diikuti penjelasan maknanya. Hal ini harus dlakukan agar pembaca dapat memahami kata-kata tersebut. Dalam bahasa sehari-hari sederhana sama artinya dengan prinsip singkat dan padat.
Ciri dinamis berarti bahasa jurnalistik harus menggunakan kata-kata yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Kata-kata yang tidak lazim atau kata-kata yang sangat asing seyogyanya tidak dipergunakan. Sebagai contoh sederhana jika kata efektif dan efisien sudah diterima masyarakat, kita tidak perlu memaksakan menggunakan kata sangkil dan mangkus untuk menggantikannya. Kalimat yang dinamis dalam bahasa jurnalistik adalah kalimat-kalimat yang mampu memberikan semangat dan sesuai dengan situasi masyarakat pembacanya.
Ciri demokratis berarti mengikuti konsensus umum dan tidak menghidupkan kembali feodalisme. Kata bujang, misalnya, dalam bahasa Indonesia mempunyai makna seorang laki-laki yang belum menikah. Selain kata bujang, untuk hal yang sama kita juga memiliki kata lajang. Kata lajang dalam hal ini lebih demokratis daripada kata bujang, karena di daerah Sumatra Utara kata bujang berarti pembantu. Hal ini berarti makna kata bujang yang berarti laki-laki yang belum menikah tidak berlaku secara umum untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Penggunaan kata-kata yang masih terasa feodal dalam bahasa jurnalistik juga dikatakan tidak demokratis. Penyebutan Yang Mulia, kami haturkan, dan sebagainya merupakan wujud kata-kata zaman feodal. Dalam tradisi jurnalistik kita sekarang kata Anda yang merupakan cerminan kata yang demokratis. Kata Anda berlaku untuk siapa saja tanpa membedakan pangkat dan derajat. Kita bisa memakai kata Anda untuk seorang presiden, kita juga bisa menggunakannya untuk seorang pengemis.
Pendek kata, prinsip efektif dan efisien adalah prinsip utama yang ada dalam bahasa jurnalistik.
Ragam ilmiah adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Ragam inilah yang disebut dengan ragam baku. Ragam ini ditandai dengan adanya ketentuan-ketentuan baku, seperti aturan ejaan, kalimat, atau penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia kebakuan bahasa dibarometeri oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Tata Bentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Ragam sastra adalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra. Ragam sastra mempunyai ciri khusus dengan adanya licencia poetica, yakni kebebasan menggunakan bahasa untuk mencapai keindahan. Oleh karena itu secara umum bahasa sastra selalu disebut bahasa yang indah. Prinsip licencia poetica adalah memperbolehkan pemakai bahasa menyimpang atau menyalahi kaidah bahasa demi keindahan karyanya. Dalam penggunaan licentia poetica ini, misalnya, penulis boleh menggunakan kalimat yang tidak lengkap, kata-kata yang tidak baku, bahasa daerah; membalik susunan kata atau struktur kalimat; dan sebagainya.
Dari keempat ragam tersebut yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah adalah ragam ilmiah. Inilah bedanya dengan karya ilmiah populer. Karya ilmiah populer justru lebih banyak menggunakan ragam jurnalistik atau ragam sastra.
Bentuk karya ilmiah populer antara lain artikel, esai, dan feature. Dilihat dari bahasanya, biasanya artikel menggunakan bahasa jurnalistik, esai menggunakan bahasa sastra, dan feature menggunakan keduanya, bergantung kepada jenis featurenya. Feature pengetahuan banyak menggunakan ragam jurnalistik, namun feature human interest lebih banyak menggunakan ragam sastra.
Dengan adanya perbedaan penggunaan bahasa tersebut, terlihat bahwa bahasa karya ilmiah populer lebih mudah dipahami, lebih cair, dan lebih enak dibaca jika dibandingkan dengan bahasa yang biasa digunakan dalam laporan penelitian atau artikel ilmiah.