a

Memilih Topik Penelitian Tindakan Kelas

Memilih Topik PTK
Salah satu pendekatan pemecahan berbagai masalah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan adalah pemanfaatan penelitian pendidikan. Penelitian pendidikan ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan alternatif pemecahannya. Namun, dampak hasil penelitian pendidikan selama ini kurang maksimal dimanfaatkan. Penyebabnya adalah (1) penelitian pendidikan itu dilakukan oleh pakar atau peneliti dari luar dan (2) penyebarluasan hasil penelitian ke kalangan praktisi pendidikan memakan waktu yang sangat panjang.
Dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu dalam proses belajar-mengajar di kelas, hal yang sama juga terjadi. Penelitian tentang pembelajaran yang ada memang cukup banyak. Namun, sekali lagi, penyebarluasannya kurang maksimal. Penelitian-penelitian itu kebanyakan dilakukan oleh perguruan tinggi dan hasilnya berupa laporan penelitian yang berhenti di Lembaga Penelitain masing-masing perguruan tinggi. Hasil penelitian yang barangkali bagus-bagus itu, pada akhirnya hanya menumpuk di almari dan tidak dapat dimanfaatkan oleh sekolah secara langsung.
Dalam kondisi seperti itu, kiranya sangat diperlukan jenis penelitian yang dilakukan oleh pihak dalam—pelaksana pembelajaran--dan langsung dapat diterapkan hasilnya. Model penelitian demikian inilah yang kemudian melahirkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu sebuah penelitian yang dilakukan oleh para guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilaksanakan di dalam kelas atau untuk meningkatkan kualitas hasil penmbelajaran.
PTK merupakan salah satu jenis penelitian tindakan. Penelitian tindakan adalah penelitian partisipatori kolaboratif yang berawal dari klarifikasi beberapa masalah yang menarik perhatian dan dirasakan bersama oleh suatu kelompok. Istilah ini  merupakan terjemahan dari action research yang dipakai kali pertama oleh Kurt Lewin (1946). Lewin menggunakan istilah tersebut untuk menyebut suatu kegiatan yang terdiri atas tiga langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), dan evaluasi (evaluation).
Atas dasar konsep semacam itu, pemilihan topik PTK menjadi amat penting karena kesalahan pemilihan topik akan berakibat pada tidak dapatnya hasil penelitian tersebut dimanfaatkan secara maksimal. Pemilihan topik haruslah didasarkan pada kebutuhan yang dirasakan langsung oleh pelaku proses belajar-mengajar.Topik semacam ini pastilah berangkat dari kondisi riil yang ada di kelas atau sekolah.
Topik PTK terdiri atas dua komponen, yaitu komponen kompetensi siswa dan komponen tindakan yang akan dilakukan. Penentuan topik PTK pada prinsipnya merupakan penentuan kompetensi yang akan diperbaiki atau ditingkatkan dan tindakan yang digunakan untuk memperbaiki atau meningkatkan kompetensi tersebut.
Komponen kompetensi dapat mencakupi pengetahuan siswa, keterampilan siswa, dan sikap siswa. Termasuk dalam sikap siswa adalah  minat, motivasi, dan perilaku siswa. Untuk memilih topik seperti ini syarat yang perlu diperhatikan adalah spesifik. Masalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa yang diangkat sebagai topik haruslah spesifik. Pengetahuan yang dapat diangkat ke dalam topik ada bermacam-macam. Demikian juga dengan keterampilan dan sikap. Cara paling mudah untuk memilih kompetensi yang spesifik adalah dengan mengambil satu kompetensi dasar saja. Sebagai contoh, dalam pelajaran Bahasa Indonesia ada empat keterampilan berbahasa yang menjadi tujuan pembelajaran, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara pun dapat dibagi menjadi beberapa jenis kemampuan, seperti berpidato, berdiskusi, dan berdebat. Untuk memilih kompetensi yang spesifik, misalnya, kita dapat memfokuskan pada kemampuan berpidato. Jika kita memilih kompetensi berbicara, maka topik yang kita pilih tersebut tergolong ke dalam topik yang tidak spesifik.
Ketidakspesifikan topik yang kita pilih akan berakibat pada kesulitan dalam meningkatkan kompetensi yang kita pilih tersebut. Topik keterampilan berbicara, misalnya, yang di dalamnya ternyata terdiri atas beberapa jenis kemampuan, tentu akan sulit kita tingkatkan melalui satu penelitian tindakan kelas. Berbeda dengan kemampuan berpidato, karena lebih spesifik, dapat kita tingkatkan melalui satu penelitian tindakan kelas.
Selain spesifik, kompetensi yang kita pilih juga harus bersifat problematik. Artinya, kompetensi itu memang benar-benar memunculkan masalah dan membutuhkan perbaikan atau peningkatan. Kita tidak boleh mengada-ada, dalam arti menganggap sebuah kompetensi bermasalah padahal sesungguhnya tidak ada masalah. Kita juga harus mampu memilih kompetensi yang permasalahannya memang benar-benar membutuhkan penelitian tindakan, dalam arti tidak cukup kalau hanya diperbaiki melalui proses belajar-mengajar sehari-hari. Ibarat anak yang sakit, kita harus benar-benar memahami perlu tidaknya di bawa ke dokter. Apabila anak itu terkena penyakit ringan, seperti pilek dan batuk, tentu kita tidak perlu membawa anak tersebut ke dokter; cukup kita belikan obat di apotek. Demikian juga dengan masalah kompetensi siswa, harus kita bedakan benar mana yang cukup kita selesaikan di kelas dan mana yang harus kita selesaikan dengan penelitian tindakan kelas.
Komponen tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan kompetensi dapat berupa model pembelajaran, pendekatan, metode, teknik, media, atau cara mengevaluasi. Inti tindakan adalah sesuatu yang dilakukan atau yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehingga kompetensi yang diteliti dapat menjadi lebih baik. Dalam praktiknya kita dapat menggabungkan dua tindakan atau lebih untuk memperbaiki atau meningkatkan sebuah kompetensi. Misalnya saja untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa, kita dapat menggunakan metode karya wisata dan teknik evaluasi secara langsung.
Syarat tindakan yang dapat kita pilih untuk memperbaiki atau meningkatkan kompetensi siswa selain harus istimewa, dalam arti tidak biasa dilakukan oleh guru, juga harus bersifat fisibel, dalam arti mampu kita laksanakan. Metode diskusi kelompok atau pemberian pekerjaan rumah, misalnya, merupakan tindakan yang biasa atau tidak istimewa karena guru sudah biasa menggunakan. Namun, penggunaan CD atau penggunaan metode karya wisata, misalnya, merupakan tindakan yang istimewa, atau paling tidak agak istimewa karena tidak biasa digunakan dalam proses belajar mengajar sehari-hari. Setelah syarat istimewa kita peroleh, perlu juga dipertimbangkan kemungkinan penggunaan tindakan tersebut. Jika di sekolah kita tidak memiliki VCD, tentu akan menjadi mustahil kita menggunakan CD. Namun, untuk karya wisata, saya kira semua guru mampu melaksanakannya. Dengan demikian, syarat keterjangkauan tersebut, selain dilihat dari sisi guru, juga dilihat dari sisi sekolah. Selain itu, syarat tindakan yang dapat kita pilih haruslah tindakan yang sesuai dengan kompetensi yang akan kita perbaiki atau akan kita tingkatkan.
Dengan syarat-syarat tersebut kita akan dapat menilai bahwa topik (1) meningkatkan kemampuan menulis puisi dengan metode karya wisata, (2) meningkatkan kemampuan berpidato sengan evaluasi langsung, dan (3) meningkatkan minat siswa dalam pelajaran bahasa Inggris dengan mendatangkan native speaker merupakan contoh topik yang memenuhi syarat. Adapun topik (1) meningkatkan kemampuan mengarang dengan metode diskusi kelompok, (2) mengubah perilaku siswa dalam pembelajaran olah raga dengan metode pemberian tugas, dan (3) meningkatkan hasil belajar IPS dengan pemberian pekerjaan rumah merupakan contoh topik yang tidak baik. Mengapa tidak baik? Karena dalam contoh (1) selain antara kompetensi dan tindakannya tidak selaras juga karena cakupan kompetensinya tidak spesifik; dalam contoh (2) tindakan yang dilakukan tidak berhubungan dengan kompetensi, dan dalam contoh (3) kompetensinya tidak spesifik dan tindakannya tidak istimewa.
Artikel Menarik Lainnya
Copyright © 2012-2099 Contoh Artikel Berita - Template by Ardi Bloggerstranger. All rights reserved.