Pengertian Prosa
Prosa adalah karangan yang bentuknya tidak terlalu terikat. Pengertian tidak terlalu terikat dapat dibandingkan dengan puisi yang lebih dominan dengan keterikatan bentuknya, misalnya adanya persamaan bunyi di akhir baris. Di dalam prosa, persajakan akhir lebih cenderung tidak diperhatikan. Dilihat dari jumlah halaman, puisi relatif lebih pendek dibandingkan prosa.
Berdasarkan sejarah Sastra Indonesia, dikenal 2 macam sastra, yaitu sastra lama dan sastra baru. Sastra lama meliputi mitos, legenda, dan dongeng. Termasuk di dalamnya, yaitu apa yang disebut cerita rakyat, cerita jenaka, maupun cerita pelipur lara.
Sastra baru mencakup cerita pendek, roman, dan novel.
Prosa Lama
Prosa cerita rakyat menurut William R. Bascom (melalui Dananjaya, 1991) dibagi menjadi:
a. Mite, karya yang berciri: dianggap benar-benar terjadi, dianggap suci oleh yang empunya cerita, tokoh para dewa atau 1/2 dewa, latar bukan di dunia, dan waktu sangat lampau.
b. Legenda, karya yang berciri: dianggap benar-benar terjadi, tidak dianggap suci oleh yang empunya cerita, tokoh manusia kadang dengan sifat luar biasa, latar di dunia, dan waktu belum terlalu lama.
c. Dongeng, karya yang berciri: tidak dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh waktu dan tempat.
Dongeng bertujuan untuk hiburan, tetapi kadang berisi ajaran moral, bahkan sindiran. Dongeng juga berisi cerita peri. Menurut Anti Aarne dan Stith Thompson dongeng dibagi 4 jenis. Satu, dongeng binatang, yaitu tokohnya binatang. Dua, dongeng biasa. Tiga, lelucon dan anekdot. Empat, dDongeng be-rumus, yaitu dongeng yang diulang-dulang.
Fabel adalah dongeng binatang yang mengandung ajaran moral (Rahayu, 1971: 27). Fabel berciri: membuat binatang kecil/lemah/lambat jadi menang serta memberi suatu binatang suatu peranan penting dan menjadi cerdik.
Di Eropa, cerita pelanduk dibandingan dengan cerita rubah. Menurut H.C. Klinkert ada perbedaan di keduanya itu. Pelanduk merupakan binatang yang kecil, lemah, dan hanya dengan kecerdasan otaknya ia dapat hidup di hutan belantara. Tujuan Kancil baik karena menyelesaikan perselesihan dan menyelamatkan binatang kecil dari ancaman binatang besar. Sedangkan rubah termasuk binatang buas, kejam, dan selalu mengancam binatang kecil (Fang, 1991: 7-13).
Prosa Baru
Kehadiran sebuah cerita rekaan tidak dapat dilepaskan dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur ekstrinsik ialah unsur luar yang turut mempengaruhi kehadiran cerita rekaan. Unsur luar itu misalnya: ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain.
Faktor intrinsik ialah faktor yang membangun cerita rekaan dari dalam, dari dirinya sendiri. Faktor intrinsik meliputi tokoh, alur, latar, dan pusat pengisahan (Saad dalam Lukman Ali, 1967: 116-120). Termasuk bagian unsur intrinsik adalah tema.
a. Tema
Tema merupakan gagasan atau pikiran utama di dalam karya, baik yang terungkap maupan yang tidak (Sudjiman, 1990: 78). Saad (via Esten, 1984: 92) mengajukan tiga cara untuk menentukan tema cerita, yaitu persoalan yang paling menonjol, persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik, dan persoalan yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan.
Sudjiman (1988: 57) membedakan antara tema dengan amanat. Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang disampaikan pengarang di dalam karya sastra.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di pelbagai peristiwa. Grimes menggunakan istilah partisipan, sedang Shahnon Ahmad dengan istilah watak (Sudjiman, 1990: 79). Tokoh biasanya berwujud manusia. Terdapat dua jenis tokoh, yaitu: satu, tokoh sentral/utama, mencakup tokoh protagonis serta antagonis; dan dua, tokoh bawahan, mencakup tokoh andalan dan tokoh tambahan.
Tokoh utama merupakan tokoh yang memegang peran pimpinan dalam sebuah cerita (Sudjiman, 1990: 64-79). Protagonis merupakan tokoh yang baik dan biasanya menarik simpati pembaca. Antagonis merupakan penentang utama/tokoh lawan. Menurut Grimes (via Sudjiman 1988: 19), tokoh bawahan adalah tokoh yang kurang begitu penting kedudukannya dalam cerita, tapi kehadirannya diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh utama. Tokoh andalan adalah tokoh yang dekat dengan tokoh utama. Tokoh tambahan ialah tokoh yang tidak memegang peranan sama sekali di dalam sebuah cerita (Sudjiman, 1990: 80).
Untuk menentukan tokoh utama ada empat cara (Saad dalam Esten, 1984: 93), yaitu tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tema; tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain; tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan, dan tokoh utama dapat juga dilihat dari judul cerita.
Cara menampilkan tokoh biasanya disebut penokohan. Penokohan secara umum ada dua cara yaitu analitik dan dramatik. Disebut analitik kalau pengarang menyebut watak dan perangai sang tokoh secara langsung apa adanya atau secara tersurat. Disebut cara dramatik manakala pembaca mesti menyimpulkan sendiri bagaimana sifat sang tokoh.
c. Alur dan Pengaluran
Alur ialah peralihan dari satu keadaan ke keaadan yang lain (Luxemburg, 1986 :150).Alur adalah sambung-sinambungnya peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat (Saad dalam Lukman Ali, 1967: 120). Lebih lanjut Saad mengemukakan bahwa alur cerita memiliki bagian-bagian: awal, tikaian, rumitan, puncak, leraian, dan akhir cerita. Alur tersebut di atas oleh Prihatmi (1987) disederhana-kan menjadi awalan, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian.
Akhir cerita ada dua yaitu tertutup dan terbuka. Disebut tertutup jika keputusan terhadap sesuatu sudah ditunjukkan oleh sang pengarang. Disebut terbuka jika akhir cerita diserahkan kepada pembaca, terserah bagaimana imajinasi pembaca menangkap kemungkinan yang ada (Sudjiman, 1988: 34).
Pengaluran adalah cara menampilkan alur.
Menurut urutan waktu (Prihatmi, 1987: 79) dibedakan antara alur lurus dan alur tak lurus. Alur lurus merupakan alur yang kronologis. Alur tak lurus yaitu alur yang urutan waktunya tak kronologis. Menurut kualitasnya, alur dibedakan menjadi rapat dan renggang/ degresi. Disebut rapat jika keterkaitan jalan cerita sangat erat. Disebut alur longgar jika terjadi percabangan cerita. Dari segi kuantitas/jumlah, dibedakan alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal jika jumlah alur hanya satu. Alur ganda jika jumlah alur lebih dari satu. Alur rapat berkaitan dengan alur tunggal. Alur renggang berkaitan dengan alur ganda.
d. Latar dan Pelataran
Latar adalah segala petunjuk, keterangan, acuan yang berkait dengan waktu, ruang, suasana terjadinya peristiwa. Hudson (via Sudjiman, 1990: 44, 48). membedakannya menjadi latar sosial dan latar material.
Latar sosial ialah gambaran keadaan masyarakat, adat-istiadat, cara hidup, termasuk bahasa. Latar material adalah wujud suatu tempat secara fisik, misalnya bangunan atau nama daerah. Perlu dibedakan antara waktu cerita dan waktu penceritaan. Waktu cerita berhubungannya dengan latar, kapan terjadinya suatu peristiwa dalam cerita. Waktu penceritaan berkaitan dengan waktu/halaman yang dibutuhkan pengarang dalam menceritakan sesuatu (Sudjiman, 1988: 103-104).
Pelataran adalah cara menampilkan latar. Jika pelukisan latar sesuai dengan kondisi psikologis tokoh, dinamakan latar serasi. Jika pelukisan latar tidak sesuai dengan kondisi psikologis tokoh dinamakan latar kontras (Sudjiman, 1988: 46).
e. Pusat Pengisahan
Menurut Wellek (1990: 292-294) pusat pengisahan adalah bagaimana pengarang menyampaikan ceritanya kepada pembaca. Menurut Sudjiman (1988: 78) antara sudut pandang (point of view) dan pusat pengisahan berbeda. Sudut Pandang bermula dari sudut pencerita dengan kisahannya. Pusat pengisahan bermula dari tokoh mana yang disoroti. Harry Shaw menyarankan bahwa point of view mencakup (via Sudjiman, 1988: 76): sudut pandang fisik, yaitu bagaimana pengarang memposisikan diri; dalam pendekatan materi cerita dari sisi waktu dan ruang; sudut pandang mental, bagaimana pengarang memposisikan dalam sisi perasan dan sikap; dan sudut pandang pribadi, bagaimana pilihan pengarang atas cara orang I, II, atau III;
Masih oleh Shaw, dalam sudut pandang pribadi dijelaskan lebih lanjut, yaitu tokoh utama (author participant); tokoh bawahan (author observant); dan impersonal (author omniscient), pengarang sebagai pencerita serba tahu.
Membaca Cerpen
Sebagaimana membaca puisi, hal-hal yang perlu diperhatkan dalam membaca cerpen adalah lafal, intonasi, dan ekspresi. Lafal adalah kejelasan atas pengucapan suku kata, kata, atau kalimat. Lafal dapat disebut juga dengan artikulasi. Intonasi adalah tekanan atas kata atau kalimat dari teks puisi yang hendak dibacakan. Intonasi dapat dicapai melalui volume, nada, dan tempo. Ekspresi adalah bagaimana secara keseluruhan puisi disampaikan kepada publik. Ekspresi dicapai melalui lafal, intonasi, mimik, dan gesture atau gerak tubuh.
Biasanya, cerita pendek lebih panjang dibandingkan puisi. Oleh karena itu, dalam membaca cerita pendek juga diperlukan stamina dan variasi. Stamina karena jumlah halaman cerpen yang lebih banyak tersebut. Variasi diperlukan agar publik tidak bosan dan jenuh dengan pembacaan kita.