Kemitraan pemerintah dan swasta ( KPS )
Globalisasi yang begitu cepat menuntut pelayanan publik untuk dapat memenuhi harapan masyarakat yang kebutuhannya meningkat dan cakupannya makin luas. Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara sektor publik, yaitu pemerintah dan swasta sebagai penggerak ekonomi, yang dapat diformulasikan ke dalam Kemitraan Sektor Publik dan Swasta yang dikenal dengan istilah Public Private Partnerships ( PPP ).
Terminologi kerjasama ( partnership ) atau kemitraan, lazim digunakan untuk menggambarkan sebuah jalinan kerja antara dua atau lebih individu / organisasi untuk memproduksi suatu barang (goods) atau memberikan suatu pelayanan jasa (service delivery) ( Kariem, 2003:12 ). Pakar lain (Savas, 1988; Donahue, 1992) menambahkan bahwa kemitraan sering juga dilihat sebagai proses peningkatan kualitas layanan atau produk dengan atau tanpa penurunan beban biaya (increasing quality of service and reducing cost). Dengan demikian kemitraan dapat memainkan peran yang signifikan dalam menciptakan sebuah nilai yang terbaik di mana proses peningkatan mutu diharapkan terjadi dengan tanpa menambahkan beban biaya.
Dalam kerangka kebijakan, kemitraan merupakan prinsip ke 11 dari good governance versi Bappenas, yaitu kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat ( private and civil society partnership). Menurut Bappenas, dalam Modul Penerapan Prinsip – Prinsip Tata Pemerintahan yang Baik ( Bappenas 2007 : 105 ) , kemitraan harus didasarkan pada kebutuhan rill (demand driven). Sektor swasta seringkali sulit tumbuh karena mengalami hambatan birokratis (red tape) seperti sulitnya memperoleh berbagai bentuk izin dan kemudahan lainnya. Hambatan ini harus diakhiri antara lain dengan pembentukan pelayanan satu atap, pelayanan terpadu, dan sebagainya. Indikator minimal yang diperlukan adalah pemahaman aparat pemerintah tentang pola-pola kemitraan, lingkungan yang kondusif bagi masyarakat kurang mampu (powerless) untuk berkarya, terbukanya kesempatan bagi masyarakat / dunia usaha swasta untuk turut berperan dalam penyediaan pelayanan umum, pemberdayaan institusi ekonomi lokal/ usaha mikro, kecil dan menengah. Sedangkan perangkat pendukung indikatornya adalah peraturan - peraturan dan pedoman yang mendorong kemitraan pemerintah - dunia usaha swasta – masyarakat, peraturan yang berpihak pada masyarakat kurang mampu, serta adanya program – program pemberdayaan.
Beberapa pertimbangan pengembangkan kemitraan ( Kariem, 2003 :16 ) :
- Efisiensi dan kualitas, dimana kemitraan merupakan sarana untuk meningkatkan efisiensi dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Hal ini dibangun melalui penyertaan modal ataupun bentuk kontrak (contracting out).
- Efektivitas, dimana setiap organisasi dalam rangka mencapai tujuannya dituntut untuk semaksimal mungkin sesuai dengan yang telah ditetapkannya (efektif) dan dengan menggunakan sumber daya sekecil-kecilnya (efisien). Namun apabila terjadi dinamika internal misalnya, menonjolnya kepentingan pribadi (vested interest) dari para anggota organisasi dalam menjalankan tugasnya, keterbatasan kemampuan pelaksana, dan konflik antar anggota, maka harus dilakukan monitoring dan pengendalian.
- Memacu dinamika organisasi, dimana dengan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi mitra, kerjasama pemerintah maka akan membuka peluang usaha lebih banyak bagi masyarakat.
d. Membagi resiko dan keuntungan (risk and benefit sharing) dengan mitra kerjanya. Selain juga menciptakan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan melakukan kemitraan menurut Society of Information Technology Management ( SOCITM ) (1999 ) adalah : (1)Fleksibilitas untuk menyelesaikan masalah, khususnya dalam "transactional contract". (2) Menjadi jalan keluar dari permasalahan kekurangan modal dan atau kekurangan kompetensi keahlian untuk melakukan sebuah kegiatan (3) Mengeliminasi aspek duplikasi dalam alokasi sumber daya dan program kerja. (4) Menjaga keberlanjutan keluaran (outcomes) dari produk dan jasa yang dihasilkan. Dalam kemitraan akan tercipta sebuah mekanisme check and balance dari dua belah pihak yang bekerjasama.
Indikator yang dapat dipakai yang cenderung mengikat dalam kemitraan antara pemerintah dan swasta menurut Agenda 21 Sektoral – Indikator Pembangunan Berkelanjutan ( Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2000:36 ) antara lain adalah : (1) rasa saling menghargai dan memahami misi dan mandat masing – masing, (2) kepedulian terhadap mitra yang lemah, (3) komunikasi yang jelas dan lancar, (4) transparansi dalam pengambilan keputusan. Selain itu peran swasta juga dapat dipantau melalui hal – hal : (1) menjaga ekonomi pasar yang kompetitif, (2) mengundang investor dalam dan luar negeri, (3) menciptakan lapangan kerja, (4) mengawasi jalannya pemerintahan dalam pelayanan kepada usaha swasta, (5) peduli terhadap masalah lingkungan dan manusia.
Ada beberapa model kemitraan yang didasarkan pada derajat risiko yang ditanggung kedua belah pihak; jumlah keahlian yang diperlukan dari setiap pihak untuk menegosiasikan perjanjian; serta implikasi yang muncul dari hubungan tersebut, sebagai berikut ( Saleh, 2008: 30 – 38 ) :
1. Penjualan Aset ( Asset Sales ) yaitu penjualan aset sektor publik yang berlebihan.
2. Perluasan Pasar ( Wider Markets ) yaitu masuknya ketrampilan dan keu-angan sektor swasta untuk meningkatkan nilai guna aset ( fisik dan intelek-tual ) pada sektor publik.
3. Penjualan Usaha Bisnis ( Sales of Businesses ) yang merupakan penjualan sebagian kecil atau besar saham BUMN / BUMD dengan mengambangkan (floatation ) atau mengobralnya ( trade sale ) di bursa saham / pasar modal.
4. Perusahaan Berkemitraan ( Partnership Companies ), melalui masuknya kepemilikan seckor swasta ke dalam BUMN / BUMD, dengan tetap menjamin / mengedepankan kepentingan public dan tujuan kebijakan publik melalui pengaturan, legislasi, perjanjian kemitraan atau menahan saham khusus pemerintah.
5. Prakarsa Pendanaan Swasta ( PFI = Financially Free Standing Projects ) yaitu kontrak jangka panjang sektor swasta untuk membeli kualitas pelayanan sektor publik dengan tingkat kinerja tertentu, termasuk memelihara dan atau membangun infrastruktur tertentu.
6. Kemitraan dalam Kebijakan ( Policy Partnership ) yaitu pengaturan yang melibatkan swasta baik sebagai individu maupun kelompok dalam mengem-bangkan atau melaksanakan kebijakan publik
Selanjutnya Saleh mengatakan bahwa aplikasi dari model kemitraan di atas dapat dilakukan dalam bentuk :
1. Kontrak Pelayanan ( Service Contracts ) atau outsourcing, yang lebih banyak menitikberatkan pada peran pemerintah, dari sisi investasi maupun penyediaan jasa layanan. Outsourcing paling efisien dari segi biaya, namun tidak dapat diterapkan pada pelayanan publik yang pengelolaan utilitasnya tidak efisien dan pemulihan biayanya buruk.
2. Kontrak pengelolaan ( management contract ), yang melibatkan swasta dalam hal managerial atau lebih jauh lagi, menerapkan insentif lebih besar untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu dengan menetapkan target kinerja berdasarkan remunerasi minimal.
3. Kontrak sewa ( leases ) merupakan model kemitraan yang paling tepat untuk mencapai efisiensi operasi tapi terbatas untuk lingkup proyek investasi baru. Sering direkomendasikan sebagai batu loncatan menuju peran serta .
4. Konsesi ( concession ), dimana swasta bertanggung jawab dalam pengoperasian, pemeliharaan serta nvestasi. Dalam praktek, sistem ini banyak dilaksanakan secara patungan ( joint venture ) antara pemerintah dan badan usaha dengan membentuk perusahaan baru. Ekuitas dalam perusahaan mayoritas dikuasai pemerintah.
5. Bangun Operasi Alih / Milik ( BOA ) atau Build Operate Transfer ( BOT ) / Own Contract pengaturannya mirip konsesi, diutamakan untuk menyediakan jasa layanan skala besar, tapi normalnya berlaku untuk proyek – proyek yang kental dengan tuntutan berwawasan lingkungan. Peran swasta adalah membangun utilitas baru, mengoperasikan untuk jangka waktu tertentu dengan memperoleh manfaat dan menanggung resiko darinya, dan pada akhir kontrak mengalihkan semua hak kembali kepada sektor publik. BOM ( Bangun Operasi Milik ) adalah varian BOA, dimana setelah waktu tertentu asset menjadi milik swasta.
6. Divestasi Sebagian / Penuh ( Full or Partial Divestation ), dimana divestasi asset sektor publik dapat dilakukan melalui penjualan saham, asset, atau manajemen baik parsial maupun total Tugas pemerintah terbatas pada pengaturan, yang menjamin terlindunginya kepentingan konsumen dari harga monopolistik dan buruknya layanan.
Tabel 1. Alokasi Tanggung Jawab Berdasarkan Pilihan Bentuk PPP / KPS
Bentuk & Tanggung Jawab | Pemilikan Asset | Operasi & Pelihara | Modal Investasi | Resiko Komersial | Jangka Waktu (th) |
Kontrak Pelayanan | Publik | Publik & swasta | Publik | Publik | 1 - 2 |
Kontrak Manajemen | Publik | Swasta | Publik | Publik | 3 - 5 |
Penyewaaan | Publik | Swasta | Publik | Publik dan swasta | 8 - 15 |
Konsesi | Publik | Swasta | Swasta | Swasta | 25 - 30 |
BOA | Publik dan swasta | Swasta | Swasta | Swasta | 20 - 30 |
Divestasi | Publik atau Publik dan swasta | Swasta | Swasta | Swasta | Tidak terhingga( perlu dibatasi dengan ijin ) |
Model PPP juga dapat menjadi alternatif untuk mendorong investasi karena ada kepastian pengembalian modal dan keuntungan bagi pihak swasta yang menanamkan modalnya. PPP tidak hanya visibel bagi proyek-proyek infrastruktur yang padat modal, tapi juga dapat diterapkan untuk berbagai jenis pemeliharaan fasilitas publik, seperti pemeliharaan jalan, tempat rekreasi, dan gedung-gedung pemerintah. Biaya pemeliharaan fasilitas tersebut umumnya menjadi beban anggaran publik, padahal biaya yang diperlukan cukup besar, sehingga melalui PPP, biaya tersebut dapat ditanggung bersama oleh pihak-pihak yang bermitra.
Dalam penelitian ini, kemitraan antara pemerintah dan swasta merupakan kerjasama konsesi, dimana PT. Shorea Barito Wisata ( SBW ) mendapatkan hak pengusahaan pariwisata alam ( PPA ) di TNBB selama 30 tahun sejak tahun 1998 yang dapat diperpanjang kembali. Untuk itu semua pendanaan dalam pembangunan sarana prasarana serta pemeliharaan kelestarian alam serta perlindungan keamanan hutan menjadi tanggung jawab PT. SBW sepenuhnya. Dengan kemitraan ini, Departemen Kehutanan dapat membagi tanggung jawabnya dalam menjaga kelestarian hutan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan pihak swasta selain mendapatkan keuntungan juga dapat membantu menjalankan fungsi pelayanan publik.a