Kebanyakan saudari muslimah secara tidak sadar atau karena belum tahu
hukumnya dalam islam, melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat islam.
Hal-hal yang dilarang keras bahkan pelakunya diancam siksaan yang
pedih. Padahal Allah sudah memberikan tuntunan dan peringatan serta
balasan atas perbuatan yang dilakukan.
- Kewajiban memakai Jilbab
Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban
berjilbab. Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:
- Surat Al-Ahzab ayat 59 (33:59)
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.”
Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- Surat An-Nuur: ayat 31 (24:31)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya
dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau
ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau
putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan
terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang
beriman supaya kamu beruntung ” “(Ini
adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan
hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat
ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (An-Nuur:1)
Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat
yang lain. Yang berarti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib
hukumnya.
- Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya:
“Janganlah
kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada
pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak
mungkin disembunyikan.”
- Ibnu
Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah
kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya
serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya,
karena tidak mungkin disembunyikan.”
- Al-Qurthubi
berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang
menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari
Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu 'alahi wa
sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling
darinya dan berkata kepadanya :
“Wahai Asma ! Sesungguhnya jika
seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian
tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”
- Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu 'alahi wa sallam:
“Ada
tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang
meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa)
serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau
laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang
wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi
keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu
tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan
perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup
karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).
Masihkah menyangsikan kewajiban mamakai Jilbab?
- Menggunjing, Gosip = Ghibah
Maaf saudari muslimah, ini juga sangat2 sering
dilakukan tanpa sadar. Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa itu
salah satu dosa, karena begitu biasanya. Definisi
ghibah dapat kita lihat dalam hadits Rasulullah berikut ini:
“Ghibah
ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si
penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu
bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah menjawab,
“kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar,
berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim,
Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Berdasarkan
hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan
tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar.
Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib
saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan
mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai
saudaranya sendiri. Allah berfirman:
” Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hujurat: 12)
- Menjaga Suara
Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu
sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat
radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai
penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang
indah dan merdu. Begitu mudahnya wanita
memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:
“Maka janganlah
kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah
orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang
ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam juga telah bersabda : “Wanita itu adalah aurat, apabila ia
keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam
pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi,
dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al
Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36). Sebagai muslimah harus
menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibikin
mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Wallahu a’lam
- Mencukur alis mata
Abdullah bin Mas'ud RadhiyAllohu 'anhu, dia berkata :
"Alloh
Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita
yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya
untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Alloh".
Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang
belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk
suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh suaminya.
Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah
menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang
ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa
perbuatan tersebut adalah haram.
- Memakai Wangi-wangian
Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
“Siapapun
wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan
disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu 'alahi wa sallam:
“Jika
salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid,
maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.”
(Muslim dan Abu Awanah).
Dari Musa bin Yasar dari Abu
Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau
wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata :
Wahai
hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu
Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena
sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang
wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka
Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya
lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).
Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :
“Hadits
tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang
hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan
nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).
Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita
yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak
menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi
bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata
Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37
“Bahwa keluarnya seorang
wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah
termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”.Selanjutnya tentang
pakaian seorang muslimah. Fenomena jilbab sangat bagus saat ini, tetapi
sangat disayangkan dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang
disyariatkan, jilbab gaul istilahnya.
6. Memakai Pakaian transparan dan membentuk tubuh/ketat
Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud
kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang
fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini
Rasulullah telah bersabda :
“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita
yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka
seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum
wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).
Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu :
“Mereka
tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal
baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.”
(HR.Muslim).
Ibnu Abdil Barr berkata :
“Yang dimaksud oleh
Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat
mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau
menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi
hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).
Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin
Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang
tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata :
“Jangan kamu pakaikan baju ini untuk
istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin,
Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari
arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian
yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia
menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).
Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu
'alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang
merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju
itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa
kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju
itu pada istriku. Nabi lalu bersabda :
“Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di
balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits
Al-Mukhtarah I/441).
Aisyah pernah berkata:
” Seorang wanita dalam
shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah
Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab
dengannya (Ibnu Sad VIII/71).
Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika
seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh
pakainnya :
Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).
7. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Laki-laki
Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan
diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu
Hurairah berkata:
“Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan
wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh
Adz-Dzahabi).
Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan
kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.”
(Ahmad II/199-200)
Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu 'alahi wa sallam melaknat
kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang
bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda :
“Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.”
Dalam lafadz lain :
“Rasulullah melaknat kaum pria yang
menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan
diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan
memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang
tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai
diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula
sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya,
kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah
pakaian saja.
8. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun
perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang
kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas
mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala surat Al-Hadid ayat
16, yang artinya :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah
turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang
yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah
masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik(Al-Hadid:16).”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya:
“Janganlah mereka seperti...” merupakan larangan mutlak dari tindakan
menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan
menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan
(Al-Iqtidha... hal. 43).
Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu
Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka
dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi
orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S. Al-baqarah:104).
Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang
hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan
tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka
menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek.
Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina”
sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman
Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan
dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang
mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang
kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri
secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan,
oleh karena itu diharamkan.
Sumber
|