a

Ignatius Loyola, Pendidik Jalan Kehidupan Suci

Ignatius Loyola, Pendidik Jalan Kehidupan Suci

Pada awal kehidupannya Ignatius Loyola menerima pendidikan militer, tetapi sebagai akibat menderita patah kaki kiri yang dialaminya selama pertempurannya dengan tentara Perancis, dia mengganti pokok kesetiaan pengajarannya. Sementara itu minatnya bukan lagi pada cerita-cerita tentang prestasi pahlawan-pahlawan militer dan penyelamatan perempuan cantik dari bahaya, melainkan keprihatinan-keprihatianan ilahi saja. Dia bernazar mengabdikan seluruhnya pada pelayanan Yesus Kristus melalui gereja-Nya.

Dengan hidup bertapa dekat gua di Manressa, Loyola dididik Tuhan melalui banyak penglihatan yang mengesankan,”. . . . sehingga segala sesuatu yang diterimanya dari Allah sampai ke umur enam puluh dua tahun pun tidak setara dengan apa yang diterimanya pada waktu itu”. Di sana juga masa depannya semakin jelas. Dia ingin bepergian ke Tanah Suci untuk memberitakan Injil kepada kaum Islam. Tetapi setibanya disana, dia tidak hanya dilarang melaksanakan pelayanan tersebut, dia disuruh pulang kembali ke tanah airnya. Pada dasa warsa ketiga kehidupannya, dia kembali lagi ke sekolah untuk mempelajari bahasa latin sebagai persiapan menjadi seorang imam.

Kemudian di Universitas Paris, bersama-sama dengan delapan mahasiswa lainnya ia sepakat dalam maksud menawarkan tenaga mereka dengan tanpa syarat kepada sang Paus. Keputusan itu kemudian dijernihkan sampai mereka ingin mendirikan tarekat baru, yaitu Kompi Yesusu, dengan tiga maksud khusus: mendidik kaum muda, memberitakan injil kepada orang-orang yang belum mendenganr dan untuk melaksanakan perintah apapun dari Paus dan ditempat manapun. Pada tanggal 27 September 1540, Ordo Kompi Yesus itu diresmikan oleh Paus Paulus III. Kemudian ordo itu dengan nama “Yesuit”.

Terdapat tiga hal yang mendasari pokok pandangannya secara umum dan khususnya untuk pendidikan agama Kristen, yaitu pengalaman militernya dulu, pengalaman kebatinan injili dan sumber iman Kristen, khususnya gereja sendiri.

Dari pengalaman militernya dia belajar tentang kepentingan membentuk kesatuan “serdadu” Kristus yang berdisiplin dalam kehidupan pribadi dan yang rela menaati perintah apapun dari sang atasan. Berdasarkan penglihatannya khususnya di gua dekat Manressa yang diteruskan sepanjang hidupnya, dia yakin bahwa dia mengenal ketiga oknum dari Tritanitas dan Bunda Maria secara langsung dan bukan dari isi buku apapun. Dalam prosesnya dikembangkanlah perasaan setia kepada gereja melalui strukturnya, berupa bawahan dan atasan.

Berdasarkan isi sejumlah tulisannya, tujuan pendidikan agama Kristen dapat dirumuskan dengan kata berikut : “untuk melibatkan para warga muda khususnya dalam latihan-latihan rohani dan intelektual, yang memupuk kehidupan batiniah dan kognitif, untuk membimbing mereka mengambil bagian dalam kebaktian gereja sehingga rela menaati setiap pemerintah-Nya dengan dampak yang luas dalam urusan-urusan masyarakat sampai akhirnya mereka memenuhi alasan terakhir mengapa nereka diciptakan Allah”.

Wadah pendidikan yang pokok adalah Sekolah MenengahPertama/Atas dan Perguruan Tinggi. Dengan system persekolahan yang dikembangkan Ordo Kompi Yesus itu pendidikan dipandang secara utuh. Semua vak yang dipelajari para pelajar dan suasana hidup mereka serta pengajar dipersatu-padukan agar semuanya digembleng(dibiasakan) menjadi korps terdidik yang ingin melaksanakan maksud-maksud Gereja Katholik Roma. Tinggi sekali mutu pendidikannya. Ongkos persekolahan ditanggung oleh para dermawan dan bukan oleh para pelajar. Para pelajar sendiri dilarang menerima honorarium dari siapapun, tetapi semua keperluan hidup dibayar oleh kas ordo.

Sang pengajar utamanya diakui sebagai Tuhan sendiri, tetapi Dia bekerja melalui pengajar dengan status baik awam maupun imam. Persiapan mereka ketat dan diharapkan pula supaya mereka bertumbuh terus secara intelektual dan rohani. Mereka hendaknya waspada terhadap pendekatan lain dari sumber manapun juga jang dapat diterpakan demi maksud mereka.

Para pelajarnya, siswa laki-laki berumur empat belas sampai dua puluh tiga tahun. Jadi, Ordo Yesuit itu tidak bermaksud mendidik anak didik taraf sekolah dasar. Tamatan universitas Yesuit memperoleh gelar Magister Artes atau Doktor Teologi.

Kurikulumnya berporos pada bahasa, khususnya latin, Yunani , dan Ibrani. Vak lain adalah yang lazimnya dikenal pada sekolah sezaman itu.”tetapi untuk memperoleh pengertian tentang isi kurikulum khas sekolah Yesuit, harus kita lihat dalam latihan rohani bagi setiap pelajar dan dalam lingkungan luas kehidupannya yang ditentukan para pemimpin dan para pengajar.” Sebenarnya kurikulumnya ialah lingkungan luas berdisiplin rohani. Demikianlah para pelajar hidup sebagai seorang Kristen dengan gaya hidup sebagai seorang Kristen sebagaimana ditentukan oleh Ordo Yesuit.

Pada umumnya metodologi mengajar yang berlaku disekolah Yesuit agak serupa dengan sekolah-sekolah lainnya juga. Terdapat “ ceramah/kuliah”, banyak penghafalan, pertandingan antara kelompok dalam kelas dan perdebatan antara dua pelajar. Refleksi bebas atas isi pelajarannya tidak digiatkan. Tetapi terdapat dua metodologi khas Yesuit yang mencap semua tamatan sekolahnya.

Latihan rohani yang dikembangkan Loyola dari pengalamannya cenderung menanamkan dalam diri para pelajar, hasrat mendalam untuk melayani maksud kristus sebagaimana ditentukan oleh gereja. Latihannya terdiri atas doa, keterbukaan terhadap munculnya citra-cirtra yang berporoskan Alkitab dalam kesadaran, pembicaraan dengan Tuhan dan keputusan untuk mewujudkan dalam dirinya satu/dua unsur dari keseluruhannya. Jadi para pelajar Yesuit tidak hanya belajar tentang isi alkitab secara kogniti saja, malahan mereka turut terlibat dalam peristiwa-peristiwa alkitabiah melalui proses pencitraan, yakni citra-citra yang dibiarkannya muncul secara bebas dalam pikiran tentang pokok perhatian pada hari itu, menurut seri langkah yang direncanakan pembimbing berdasarkan karya Loyola.

Metodologi kedua merupakan latihan dasar dalam belajar menaati kehendak si atasan sehingga si pelajar dapat mempertahankan perintah apapun, dan menganggap si atasan yang memberikan perintah itu sama dengan Kristus sendiri.

Pada zamannya, kaum Yesuit sendiri dan para tamatan sekolah Ordo Kompi Yesus itu menjadi alat ampuh dalam tangan Paus untuk mengalahkan kemajuan gerakan Reformasi Protestan khususnya di negeri Polandian dan Ceko, walaupun harus dibayar dengan mahal sekali dalam penderitaan para warga kedua negeri tersebut. Antara lain, Perang selama tiga puluh tahun di Eropa Tengah adalah akibat usaha kekuatan katolik untuk memperoleh kembali negeri yang sudah memeluk iman Protestan. Unsur pribadi dari perang tersebut akan terasa dalam kehidupan bangsa ceko dan uskup terakhir persaudaraan Moravia. Sebagian dari pokok ini akan dibahasa dalam buku yang menyusul.

Namun dari segi sejarah pendidikan agama Kristen, prestasi Loyola dan ordonya adalah contoh tentang pendidikan yang dihasilkan oleh kemauan, tenaga, sarana dan dana yang sungguh-sungguh dimuarakan pada maksud tersebut. Dari sudut lainnya, pengalaman pesekolahan Yesuit itu menimbulkan pertanyaan, apakah terdapat pendidikan agama Kristen yang mampu mengubah haluan kehidupan para pelajar apabila ia hanya dilaksanakan sebagai pelayanan gerejawi sambilan saja dengan sikap acuh tak acuh terhadapnya dari pihak para warga Kristen ?
Artikel Menarik Lainnya
Copyright © 2012-2099 Contoh Artikel Berita - Template by Ardi Bloggerstranger. All rights reserved.